Biaya Operasi di Jepang Bagian 3

Biaya Operasi di Jepang Bagian 3

FUJIHARU – Apakah sakit pas operasi? Hasilnya bagaimana? Parah? Bayar 200 yen? Doang? Yang bener? Bener. Ini adalah pengalaman aku ketika operasi di RS di wilayah Gunma, Chuo Byouin Maebashi yang terakhir. Bagi kalian yang pengen tahu cerita dari awal, kalian bisa baca artikel aku sebelumnya di link dibawah.

Bahasa Jepang cepat sembuh apa ya? Jawabnya adalah odaijini! Ingat ya, ketika ketemu seseorang yang sakit, ucapkan kata manjur ini agar pasien juga punya spirit tinggi lekas sembuh.

Operasi di Jepang

Pre Operasi

Hari yang ditunggu akhirnya datang juga. Aku datang pagi hari agar bisa lebih siap mental. Sebenarnya ada rasa takut juga lho, soalnya kalo sakit , nenek selalu menakutiku agar nggak ke dokter karena akan lebih bahaya nantinya. Ada benernya juga sih, soalnya kalo kita divonis jelek, maka semangat kita akan langsung drop, berbeda jika kita menerka-nerka, kemungkinan daya survive nya lebih gede. ASUMSI. Aku diminta naik ke lantai 8 RS. Lalu seorang suster datang dan mengenalkan dirinya bahwa selama di RS, dia akan membantu aku saat menginap di RS ini. Dia membantu aku menimbang berat badan dan juga tinggi badan, setelah itu mempersiapkan aku untuk memasuki ruang inap.

Menunggu dengan cukup tegang

Karena saat itu masih ada pasien yang belum keluar, aku diminta untuk istirahat di kamar yang pasiennya sudah pulang, tapi dia minta agar selimutnya jangan dibongkar. Heheheh Sekitar jam sepuluh, aku bisa memasuki kamar inap sebenarnya. Wah pemandangannya bagus banget. Sebelah kanan aku Gunma Kencho Building yang gede, lalu sungai Tonegawa yang saat itu mengalir dengan deras dan bersih. Aku berbagi kamar dengan 3 orang lainnya. Operasi akan dilangsungkan sekitar jam 12 atau jam satu, jadi aku nggak boleh makan apapun. Karena asupan gizi sudah distop, maka sebagai pengganti aku pake infus sekitar jam 10 an. Rasa deg-degan mulai datang. Ditanya suster deg degan apa nggak bilangnya sedikit deg degan, padahal aslinya deg deg an banget. Karena suhu ruangan sangat dingin, berkali kali aku ke toilet. Mungkin hampir setengah jam sekali ke toilet. Atau akibat infus? Entahlah. Padahal minum pun nggak banyak. Setengah jam sebelum operasi, aku diminta untuk ganti baju atau kaos tanpa kerah.

Baca Juga:

Operasi

Saat yang ditunggu pun mulai datang. Aku dibawa dengan kursi roda oleh suster ke lantai 4 (kalo nggak salah). Lalu masuk ruang operasi umum. Ada banyak ruang operasi yang ada, kebetulan aku masuk ke ruang operasi 3. Cukup lengkap dan cermat banget lho pas operasi, serasa kayaknya tidak ada kesalahan operasi dll, karena sebelum masuk ruang operasi, aku di cek nama dan juga scan id (gelang ditangan) untuk memastikan pasien perlu operasi apa dan apa. Pas masuk ruang operasi khususpun, sama di cek juga.

Suasana ruang operasi bener bener sama dengan yang aku lihat di film Daimon sensei, film dokter Jepang. Bagian atas aku ada semacam sinar gede dan banyak mesin besar ataupun kecil yang berisi grafik tertentu. Saat melihat semua itu, entah kenapa ingat mati. Oh my God! Dan, ada fikiran untuk membatalkan operasi ini. Aku serasa pengen kabur dari ruang ini. Tapi, bagian dari diri seolah menolak, bahwa jika mendapat hal yang lebih susahpun, maka setidaknya aku tahu apa yang akan terjadi. So, lets go on.

Dokter dan suster mengenalkan diri. Tentu saja yang mengoperasi aku dokter Tani, dibantu dokter dokter lainnya. Pas aku tanya, beberapa dokter tersebut lulusan Gunma Daigaku. Dokter mulai menyuntik bagian tubuhku untuk anestesi. Sakit banget…jadi inget kalo pas ke dokter. Alasan nggak mau ke dokter ya itu. Disuntik! Sakitnya itu senot senot gimana gitu. Setelah disuntik, dokter mulai mengoperasi. Saat itu, aku diajak bicara juga oleh suster, soalnya bagian yang dioperasi dihandle sama dokter lain. Aku sedikit cerita tentang rencana jalan jalan ke Universal Studio Jepang. Mereka sangat ramah.

Operasi di Jepang

Obat bius beraksi

“Dok, udah mulai operasi belum?”, tanyaku.

Susternya tersenyum sambil sambil bilang bahwa operasi udah dilakukan setelah anestesi. Ternyata, aku baru tahu nggak terasa sakit lho pas operasi. Cuma ada perasaan di cubit, tapi nariknya itu secara tebel. Gimana ya ngejelasinnya. Pokoknya kayak dicubit, atau semacam narik daging kita, tapi nggak sakit sama sekali. Aku bersyukur, kirain akan sakit sekali.

BTW, aku nggak berani liat dan hanya liat suster dan kanan kiri saja, soalnya posisi saat itu hanya bisa berbaring. Operasi dilaksanakan dari pukul 13.00 sampai pukul 14.00. Selesai operasi, dokter memperlihatkan “hasil operasi” dan dia bilang akan menelitinya. Minggu depan hasilnya akan keluar. Aku keluar ruang operasi dan diminta jalan. Ya, jalan! Kata dokter nggak masalah, cuma emang kudu hati-hati saja. Itupun cuma sampai ruang operasi umum, nanti akan di jemput suster lantai 8. Selama menunggu, aku ditemani 2 dokter. Dan, sesuatu yang aneh terjadi.

Sesuatu yang aneh terjadi setelah operasi

“Sensei, nanka chi ga deta kamoshirenai.”

Aku merasa ada sesuatu yang mengalir di sekitar daerah operasi. Aku nggak tahu pasti, tapi berasumsi bahwa itu adalah darah. Dokter mengecek dan dia mengeceknya. Dia agak kaget. Kok bisa begini ya? Muka kaget dan nggak percaya yang dia tunjukan sambil bicara dengan dokter lain membuat aku semakin deg degan. Berhasilkah operasi ini? Karena selama operasi aku bicara dengan suster dan dokternya, dia tahu kalo aku bisa sedikit bahasa Jepang, maka ketika suster lantai 8 datang, aku diminta duduk di kursi roda dan mereka mulai bicara di tempat yang cukup jauh dari aku. Suster datang dan tersenyum dengan sedikit ragu. Dia membawa kembali aku ke kamar 18. Disana, aku diminta untuk memperlihatkan hasil operasi. Dia mengeceknya dan bilang,

“Kenapa ya kok bisa begini? Sebentar saya panggilkan dokter dulu.”

Dia keluar untuk memanggil dokter. Dokter barupun datang dan memeriksanya. lalu dia bilang, hasilnya udah rapi dan bagus kok. Cuma ini adalah bagian yang terlipat dan menempel, lalu ketika ada goyangan atau gerakan dari aku, maka darah yang tersimpan atau berada di lipatan tadi keluar. Aku memang merasa ada lipatan aneh gitu, ternyata kulit dan kulit yang menempel. Pas dibuka (semacam) jaket operasipun, darah banyak yang menempel. Setelah itu bisa istirahat dengan tenang.

Pasca Operasi

Selesai operasi, selang infus masih tertanam. Makanan dan obat obatan udah mulai diberikan. Makanan rumah sakit kayak gimana? Ya begitulah…rasanya enak, tapi hambar (?).

Operasi di Jepang

Lampu mati setelah jam 9 malam

Yang unik dari RS ini, nggak tahu kalo yang lain, ketika jam 9 malam, semua lampu akan mati. Hanya selasar yang nyala. Mungkin agar pasien segera tidur kali ya. Tapi karena kebiasaan aku pada malam hari banyaknya baito, maka mata melek. Untung sebelum berangkat ke RS aku mengcopy beberapa film agar rasa bosan nggak terlalu mendera. Jika bosan, nonton film, tidur, dan jalan sebentar. Jam jenguk juga hanya dari jam satu sampai jam 5 sore, setelahnya tidak boleh. Temen mau jenguk, tapi karena udah lewat jam jenguk, maka nggak bisa. Besoknya, aku bisa pulang sekitar jam 10 an. Selesai makan dan beberes baju, bagian admin datang dan menyerahkan data berapa yang harus dibayar.

Bayar biaya operasi di Jepang

Aku pamit dan bayar biaya rumah sakit sekitar 30.000 yen kurang. Oh ya, bayarnya itu, kita masukan kartu atm RS ke atm khususnya, lalu akan ada biaya yang harus dibayar. Kita cukup masukan duit dan akan keluar hasil kesehatan kita dan bukti pembayaran. Terkait sebelum pulang, aku juga sebelumnya dicek dulu lho luka oparasinya gimana. Apakah bagus atau tidak, karena berpengaruh pada penanganan selanjutnya. Cek ulang kesehatan atau hasil operasi akan dilakukan seminggu kemudian. Seminggu kemudian, aku udah sedikit baikan. Pas konsultasi, dokternya masih ingat kalo aku akan ke USJ. Oh my god. Nggak nyangka masih ingat. Kata dia hasil operasi oke, dan semuanya aman.

Cek ulang setelah operasi

Alhamdulillah. Selesai cek ulang, aku memberika semua data ke bagian keuangan, lalu muncul no antrian aku dilayar dan langsung ke atm pembayaran. Dan tahu bayarannya berapa? 200 yen, alias sekitar 20 ribu rupiah!!! Yakin di Indonesia ada cek kesehatan atau konsul ke dokter cuma 20 ribu rupiah? Hahahah Jepang Jepang…emang TOP. Semoga di Indonesia juga sama seperti ini. Bagi yang ada di Jepang, hati hati dan jaga kesehatan. Kalo sakit, kita pengennya sama keluarga kan? Tapi nggak bisa, kudu mandiri. Huks.

One comment

  1. Sasuga hitori demo. Ima daijoubu ni natte, yokatta. Jangan sakit lagi. Serem bacanya.