Karoushi, Mati Karena Pekerjaan

Fujiharu.com – Orang Jepang dikenal sangat produktif dan workaholic. Mereka seperti menomorsatukan pekerjaan dibandingkan hal lainnya. Makanya jangan heran kematian karena pekerjaan (karoshi) sering terjadi.

Karoushi, Mati Karena Pekerjaan

Tekanan yang berlebihan di tempat kerja membuat orang Jepang merasa lelah dan terkadang sakit. Akibatnya, pekerjaan berlebihan itu seolah menghalangi mereka untuk merasakan kenikmatan hidup normal.

Baca Juga: Ciri ciri perusahaan yang bagus menjadi tempat kerja

Tokyo, hingar bingar kota besar Jepang

Sudah menjadi rahasia umum bahwa masyarakat Jepang dikenal sangat produktif dan workaholic. Namun, ada sisi gelap yang dimiliki pekerja karena tuntutan pekerjaan masa lalu mereka.

Kematian yang disebabkan oleh kerja yang terlalu banyak disebut ‘Karoshi’. Istilah tersebut lahir sejak tahun 1969, ketika ada seorang pria yang terkena penyakit jantung dan stroke karena terlalu banyak bekerja.

Sejumlah kematian di Jepang akibat depresi terkait pekerjaan juga menjadi berita utama di media massa. Di antaranya, pada Mei 2006, dilaporkan seorang manajer pria berusia 34 tahun bunuh diri karena depresi yang dialaminya di tempat kerja.

Diketahui, sejak Mei hingga Juli 2005, korban bekerja selama 82 hari berturut-turut tanpa hari libur.

Kemudian pada tahun 2013, ada kasus seorang jurnalis cantik berusia 31 tahun di Jepang yang meninggal di apartemennya karena gagal jantung. Dikatakan, wartawan tersebut telah bekerja 159 jam sebelum kematiannya.

Baca Juga: Etos Kerja Orang Jepang

Pada tahun 2015, tercatat seorang wanita muda berusia 24 tahun memutuskan untuk bunuh diri dengan melompat dari asrama kantornya. Dia bekerja untuk perusahaan periklanan terbesar di Jepang. Dalam sehari, ia sering bekerja selama 20 jam sehingga ia merasa tidak tahu lagi apa tujuan hidupnya.

Dari sini istilah Karoshi diartikan sebagai orang yang meninggal karena terlalu banyak bekerja. Pada awalnya, karoshi kebanyakan hanya menyerang laki-laki, tetapi beberapa wanita juga melakukan karoshi.

Pada tahun 2015, Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang mengumumkan bahwa jumlah kematian akibat karoshi mencapai 1.456 kasus per tahun. Sedangkan hasil investigasi pemerintah Jepang tahun 2016 menyatakan bahwa 12% staf di perusahaan Jepang bekerja lebih dari 100 jam dalam sebulan.

Akibat kondisi tersebut, pemerintah Jepang pun berupaya mengatasinya dengan meluncurkan kampanye “Jumat Premium”. Antara lain, menghimbau karyawan untuk pulang lebih awal setiap hari Jumat terakhir setiap bulannya dan membatasi jam kerja, yaitu maksimal 30 jam dalam sebulan.

Baca Juga: Surat perjanjian kerja karyawan permanen offering letter

Namun, hingga saat ini masih ada karyawan di Jepang yang mengeluh dan khawatir dengan suasana di tempat kerja mereka. Masih ada karyawan yang enggan pulang lebih awal hanya karena bosnya masih di kantor.

Selama pandemi Covid-19, seperti dilansir CNN, seluruh aspek kehidupan mengalami tantangan perubahan dan pergeseran, termasuk dunia kerja. Bagi Jepang, berganti pekerjaan dan bekerja dari rumah bisa menjadi peluang sekaligus tantangan.

Misalnya, peluang untuk mereformasi nilai-nilai budaya kerja Jepang dapat mengarah pada hal-hal negatif seperti karoshi dan depresi.

Kondisi ini dapat menjadi peluang bagi masyarakat Jepang untuk benar-benar melakukan kampanye pemerintah mengenai “work life balance” yang telah dikampanyekan oleh pemerintah Jepang.

Kerja berlebihan di Jepang pernah aku lakoni. Satu hari bisa 3 macam pekerjaan yang membuat badan dan mental ambruk.

Jaga kesehatan, hidup bukan hanya untuk bekerja.