Review film Bumi Manusia, bukan sekedar kisah cinta picisan

Fujiharu.com – Ini adalah review film Bumi Manusia (Earth of Mankind), sebuah imajinasi visual dari buku novel karya Pramoedya Ananta Toer yang sangat bagus. Bercerita tentang Minke, anak pribumi yang tumbuh pada zaman penjajahan. Dia menolak pada budayanya yang “kalah” terhadap kolonial Belanda. Kisah cintanya yang tragis karena mencintai seorang gadis indo (keturunan) dari seorang nyai atau gundik orang Belanda. Sungguh bukan kisah cinta picisan yang hilang ketika selesai menonton dari bioskop xxi, tapi justru semakin menggebu gebu karena ceritanya yang bikin nagih.

Jujur, baru kali ini aku menonton film Indonesia yang sangat menarik dan menggugahku untuk mengulik buku tetralogi bumi manusia lain dan begitu sedih, marah, kesal, benci karena ketidakadilan yang dialami oleh Minke dan keluarga Nyai Ontosoroh.

Bagaimana tidak kesal, benci, marah ketika pribumi harus tunduk pada orang asing yang notabene membuat kita terjajah, terbudakkan oleh tingkah lakunya. Mereka (penjajah) dengan mudahnya memberi label pada pribumi dengan seorang yang rendahan, penjilat pembesar, dan orang orang bodoh.

Baca Juga: Sinopsis film Cinta laki laki biasa

Cast Bumi Manusia

Cast yang paling menonjol pada film Bumi Manusia tiada lain jatuh pada pemeran Nyai Ontosoroh (Inne Febriyanti). Bukan mengesampingkan Iqbaal Ramadhan (Mingke) dan Mawar Eva de Jongh selama film berlangsung, tapi acting yang disuguhkan oleh Inne Febriyanti sangat jempolan.

Selama dia muncul dalam film, aku selalu terpana karena perannya begitu kuat, dalam dan bisa membuat penonton terbius.

Iqbal sendiri cukup bagus selama memerankan Minke, tapi aku tidak begitu mendapatkan sosok Minke yang menggebu gebu ingin membuat perubahan baik untuk negaranya. Entahlah, apakah maturity dalam seorang Iqbaal masih harus diasah karena dia masih sangat muda atau bagaimana.

Dari cerita, memang aku mendapatkan kesan kuat bahwa Minke mempunyai  pola pikir berbeda dengan orang kebanyakan yang tunduk. Tapi, gesture Iqbal kurang aku rasakan, meskipun dia berusaha untuk masuk ke dalam sosok Minke.

Untuk sosok Annelies, aku cukup bisa mendapatkan kesan kuat seorang gadis lugu dari seorang gadis bangsawan keturunan. Cara dia bertindak dan berucap terdengar manja, tapi juga mempunyai pikiran yang kuat dan dalam. Mungkin karena dia diasuh langsung oleh ibunya, Nyai Ontosoroh yang kuat karena tempaan keadaan.

Baca Juga: Review film Black Mirror

Bersumber dari buku Tetralogi Buru

Film Bumi Manusia merupakan adaptasi buku ke film yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo. Meskipun katanya ada yang berbeda dari bukunya, aku masih menikmati. Malah jika sama, apa bedanya dengan buku?

Semakin aku menonton film Bumi Manusia, semakin aku ingin membaca buku buku asli dari Tetralogi Buru yang terdiri dari Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca.

Isi buku novel dari Tetralogi Buru bercerita pada zaman penjajahan dahulu. Isinya sangat bagus dan begitu mengena bagi siapapun yang membacanya. Namun, buku Tetralogi Buru juga pernah dicekal lho karena diduga berisi paham Lenin.

Baca Juga: Review buku Obat Malas Dosis Tinggi (5)

Baru bisa menonton Bumi Manusia

Ketika film Bumi manusia rilis di bioskop, sebenarnya aku ingin menontonnya di XXI atau CGV, tapi karena ada kesibukan, maka belum sempat menontonnya.

Sinopsis Bumi Manusia

Cerita Bumi Manusia bukan hanya terkait cinta Minke dan gadis pujaannya, Annelies yang terkendala oleh ras keturunan, tapi juga terkait bangsa.

Dia berjibaku dengan orang orang yang dengki dengannya. Melawan orang orang yang kontra terhadap istri yang tidak diakui negara (padahal sah secara agama). Namun dengan senjata ilmu yang dimilikinya, dia bisa melawan, meskipun akhirnya dia bilang “Kita kalah” di akhir film.

Minke adalah seorang siswa HBS (sekolah jaman dulu) yang hampir seluruh siswanya adalah anak Belanda atau keturunan orang penting. Dia adalah seorang pribumi yang bisa sekolah di HBS karena ayahnya menempati posisi tinggi tertentu dalam pemerintahan.

Cara pandang dan kelakuannya sangat jauh berbeda dengan orang Jawa pada umumnya (legowo). Dia secara spontan menolak jika harus direndahkan bahwa bangsanya tidak lebih tinggi dari bangsa lain. Bahkan, pemikirannya cukup modern untuk orang pribumi sebayanya.

Baca Juga: Kegiatan kreatif saat di rumah karena corona

Dia harus setara dengan orang orang indo (campuran) atau orang Belanda sendiri. Bahkan dia bisa menggunakan bahasa Belanda ketika berkomunikasi dengan mereka. Namun, bisa bahasa Belanda saja tidak cukup karena saat itu, seorang pribumi harus berbicara dengan bahasa lokal meskipun bisa bahasa Belanda. Pemakaian bahasa Belanda oleh pribumi semacam cacat dalam strata sosial, makanya ketika Belanda berbicara dengan pribumi, pasti menggunakan bahasa lokal.

Minke bersama temannya, Suurhof, teman sekelas di HBS diajak berkunjung ke rumah sahabat Suurhof, Robert. Di rumah sahabatnya, Minke berkenalan dengan adik Robert, Annelies, gadis keturunan yang cantik jelita.

Itulah awal mula Minke berkenalan dengan Annelies, sampai tumbuh rasa cinta diantara keduanya. Namun cinta saja ternyata tidak cukup. Banyak hal yang harus diperhitungkan ketika akan mendapatkan Annalies.

Hal ini berkaitan dengan posisi Minke, seorang pribumi yang tidak ada artinya bagi orang Belanda. Mereka menganggap, mendapatkan seorang gadis keturunan akan dilakukan apapun bagi pribumi agar mendapatkan status dimasayarakat.

Namun, bagi Minke tidak ada hubungannya dengan itu. Dia mencintai Annalies karena memang cinta secara tulus.

Rasa cinta Minke didukung oleh Ibu Annelies, Nyai Ontosoroh. Nyai adalah sebutan untuk perempuan yang tinggal bersama orang Belanda tanpa ikatan nikah, tapi statusnya seperti istri sah dimata hukum.

Seperti istri sah. Ya, itulah kata menyakitkan yang disematkan oleh masyarakat terhadapnya karena ayahnya rela menjual anak gadisnya demi menjabat posisi tertentu.

Nyai Ontosoroh menjadi gundik sejak umur 14, saat ayahnya menyerahkan tubuh dan jiwanya pada seorang Belanda.

Selama berjalannya waktu, Nyai Ontosoroh sangat bahagia dengan keluarga barunya. Dia mempunyai rumah, ladang yang luas dan 2 anak laki laki yang lucu.

Namun kebahagiaan itu hancur ketika istri sah yang ada di Belanda menghubungi suaminya melalui anak semata wayangnya. Anak dari istri sah datang ke suami Nyai Ontosoroh yang membuatnya menjadi gelisah, gundah gulana. Dunia pernikahan Nyai Ontosorohpun rapuh. Suaminya jarang dirumah dan sering menginap di tempat pergundikan.

Masalah datang silih berganti ketika suami Nyai Ontosoroh terbunuh. Latar belakang keluarganya terbuka, sehingga celah celah keluarga berusaha dimasuki oleh para penjahat.

Kekayaan yang dikelola oleh Nyai Ontosoroh seorang diri diklaim oleh anak dari istri sahnya. Nyai Ontosoroh tidak bisa membuktikan bahwa dia seorang istri karena tidak menikah secara hukum.

Annelies harus dibawa ke Belanda dan harus dalam pengawasan wali, meskipun dia telah menikah dengan Minke. Pernikahan dengan Minke hanya didasari oleh agama, bukan oleh hukum, sehingga Annalies dianggap perawan dan harus dikirim ke walinya di Belanda.

Tontonan bergizi

Film Bumi Manusia sangat pantas dan dibanggakan oleh siapapun yang menontonnya. Isinya sangat bagus, karena bukan hanya percintaan yang dijadikan modal utama daya tarik penonton, tapi juga rasa persahabat, kebangsaan dan juga cinta seorang ibu yang akan melakukan apapun untuk anaknya.

Oh iya, sebagai tambahan, durasi film panjang, karena cerita yang ada sangat komplek. Kayaknya jika dibagi dua, maka cerita akan lebih bagus.

Jadi penasaran bagaimana jika buku lainnya dijadikan film juga.