Sakit Hati Obatnya Apa? Balas Dendam?

Sakit Hati Obatnya Apa? Balas Dendam?

FUJIHARU – Ngomogin di blog tentang masalah pribadi itu serasa terlalu sensitif dan nggak profesional banget ya dalam mengatur hati. Tapi, bodo amat ah. Sesekali pikiranku yang jelek juga perlu dikeluarkan biar hilang dan bertebaran, terus aku nggak perlu ingat lagi kata tersebut. Atau, tebaran pikiran itu justru berhamburan dan bahkan bikin sakit hati? Obatnya apa ya biar nggak sedih? Apa harus balas dendam?

SAKIT HATI, OBATNYA APA? BALAS DENDAM?
 

 

Balas dendam itu serasa percikan diri yang memabukkan. Haha

Kenapa sih sampai segitunya sakit hati? Sebelum aku menyalahkan orang lain, ingat menyalahkan orang lain ya (bagi yang sok suci, segera close blog ini!), aku juga mau menyalahkan diri sendiri, setidaknya mengingatkan diri sendiri bahwa aku bukanlah malaikat bersayap putih dan bersih hati dari segala macam dosa. Aku hina, dan salah satu yang membuatku sakit hati juga karena ketidakmampuanku dalam mengelola emosi dan juga tentu saja otak aku. Kenapa? Karena omongan jelek dari orang lain nggak aku pedulikan, kini aku peduli. Kenapa lagi? Karena seolah ada harga diri aku dijatuhkan dan  merasa dihinakan tentunya. Emang benar? Bisa jadi benar, bisa jadi salah. Aku juga kurang bisa mengemukakan ide atau pikiran aku ke orang tersebut sehingga berdampak kurang positif. Whatever you said bitch, you got my point! I was stabbed! Thank you!

Lalu, kamu mau menyalahkan siapa dan kenapa? Cerita dong!

Entahlah, terlalu indah ditulis namanya jika ada di blog ini. Tapi, jika aku melupakan insiden inipun sungguh sangat disayangkan. Pengalaman hina ini akan terus akan aku ingat, sampai kapanpun! Berharapnya sih jadi pelecut untuk perbaikan aku kedepannya. Bukan untuk membuktikan kedia bahwa aku bisa berubah! Bukan, terlalu kecil kalo aku berubah karena dia. Bitch, i can do better than yours! I will!

Baca Juga:

Jadi, aku kan sebagai penerjemah di suatu tempat. Nah, bos aku sih fine aja dengan kemampuan pas aku. Soalnya aku udah bilang dari awal kalo kemampuan bahasa Jepang aku segini, dan aku lebih baik dalam bahasa Inggris! Sok banget ya? Hahaha tapi aku lebih pede soalnya pas di Jepang aku pake bahasa Inggris terus ama teman Filipina. Jikalau bos aku yang sekarang nggak butuh kemampuan aku, dia bisa menghire orang lain dengan gaji yang lebih gede dari aku yang sekarang! (Berarti kecil ya? ) Hahaha. Aku sangat bersyukur dengan bos aku ini. Dia selalu membimbing aku dalam apapun. Ketika nggak bisa dia bantu dengan gambar, angka dan tulisan. Nggak bisa juga ya dengan bahasa Inggris, bahasa yang aku ngrasa lebih baik. Jangan tanya sebaik apa aku dalam ngomong bahasa Inggris! Ya level SD lah. Haha. Intinya aku bisa ngomonglah ya. Nah, aku yang kemampuannya biasa, masuk dunia kerja yang kosakata, makna, dan sistem yang belum aku tahu harus menerjemahkan dalam bahasa Jepang  hal yang diluar kepala. Kebayang dong? Aku bisa! ya sekitar 20%. Hahaha sisanya hanya penerjemahan kata saja, tanpa makna. Dan, disitu aku langsung disemprot orang dari tempat lain, “Kalo menerjemahkan jangan setengah setengah!” Ok, aku menerima perkataannya, meskipun aku sakit hati. Itu merupakan saran saran yang bagus dari senior, meskipun dari perusahaan lain. Lalu, cara dia ngomong ke bos aku bahwa aku harus dididik dengan keras kayak dia harus diterapkan pada aku. Disitu aku langsung mengernyitkan dahi. “Siapa elu?”, ucapku dalam hati.

Dari pertemuan itu, aku kurang respect dengan dia. Aku bangga menjadi guru dan ketika bertemu dengan orang pertama kali, aku lebih hati hati. Jika udah bercanda biasanya aku akan terbuka dan mungkin vulgar, tapi karena kita udah dekat. Jika baru kenal, aku lebih dikenal seorang yang pendiam. Aku ingat pertama kali bertemu orang tersebut waktu di ruang meeting, bos ku menyalami. Ketika aku tersenyum kepadanya, berharap salaman sebagai tanda pertemuan, dia dengan muka culas melemparkan mukanya. Entah salah aku apa. Kenalpun aku nggak. Aku pikir mungkin itu sifat dia yang kurang bersahabat dan memakluminya, tapi ternyata tidak. Pertemuan keduapun dia dengan muka culas melihatku. Entah kenapa dia kok seperti itu. padahal aku sama sekali menunjukan sikap bersahabat dan tersenyum, tapi yang ada justru sebaliknya. Sudahlah, mungkin hanya pikiran negatifku saja yang berbicara. Tapi, kenyataan lain, pertemuan kedua itulah yang membuatku bilang aku benci dia! Aku sebenarnya bukanlah seorang yang peduli dengan perkataan otang lain, tapi ketika dia yang bilang, aku jadi tidak suka. Maaf. Semoga hanya pertemuan kedua ini saja yang membuatku makin sakit. Akupun nggak mau terus terusan membawa rasa sakit ini sampai kapanpun. Aku mau berdamai dengan semua orang dan menciptakan rasa damai, itu saja!

Ceritanya, aku meeting dengan beberapa orang yang nggak bisa bahasa Inggris, aku dipanggil mereka untuk menerjemahkan. Orang yang dimaksud sedang menerangkan ke temannya terkait pekerjaan baru yang akan dijalani, dan aku diminta untuk menerjemahkan. Saat menerjemahkan orang tersebut, tentu saja aku berbisik ke orang terdekat terkait artinya, tapi justru pimpinan yang ada disitu mengetukkan jari jari dimejanya menandakan agar aku diam dan mendengarkan. So, aku nggak jadi menerjemahkan. Dan, ketika obrolan mereka selesai, dia bilang,
“Enak aja, kamu. Makan gaji buta!”
Sepele, tapi sangat mengena. Aku cuma senyum dengan perasaan bete, sedih, muak dan pengen marah. Semua ngumpul jadi satu. Sampai kejadian yang menyirap darahku, semua nadi berdenyut nggak karuan dan rasa malu, kecewa, sakit semua bersatu dan menengang pada mata yang memancar nanar. Benci! Itulah kata yang pertama keluar.

Aku diminta untuk menerjemahkan terkait suatu hal, dan aku sudah mencatat poin point nya, cuma orang tersebut bilang bahwa tunggu orang lain dulu. Saat itu, orang yang ditunggu sedang menelpon. Aku menunggu. Setelah selesai, dia hanya bilang, “Iya…terkait itu…” tanpa melanjutkan aku menerjemahkan atau tidak.

Tiba tiba seorang yang berkuasa di ruangan tersebut menanyakan seseorang jika ada hal yang nggak dimengerti bisa tanyakan ke orang yang aku benci dan temannya. Aku terjemahkan apa yang terjadi, tanpa menerjemahkan obrolan sebelumnya. Tiba tiba orang yang nantinya akan aku benci itu bilang.
“Fuji, kalo kamu nggak bisa menerjemahkan, bilang aja, nggak usah malu. Nggak usah bilang kalo nggak mengerti ini tanya saya dan teman saya ini! Udahlah, biar saya aja yang menerjemahkan!”
Jleb! You just knock me down! Yeah, you did it well. Semua orang disitu tertawa. Entah mereka tertawa menghina atau bukan, aku udah nggak peduli lagi omongan mereka. Aku langsung nulis di note yang aku bawa. ” I know bitch!”

Sisanya selama rapat aku nggak peduli sisinya. Meskipun bos yang ada disitu memuji dia, aku nggak peduli. Ketika pulangpun, aku hanya izin ke orang lain, tanpa dia dan tanpa melihat dia sedikitpun. I think you dont deserve my respect. Harusnya nggak boleh ya, tapi entahlah aku saat itu terlalu benci. Pengennya nggak terjadi lagi.

Dan, ya aku memang harus berdiri sendiri. Akan ada orang yang seperti itu. Aku berharap aku bisa memerankan peranku dengan baik pada setiap episodenya.

Terkait balas dendam. Mungkin bukan dengan ancaman, atau kekasaran yang akan dibuat, soalnya otak selalu berontak bahwa kamu bisa datang kedia dan langsung bilang to the point. Cuma, aku nggak mampu dan takutnya memperpanjang masalah. Biarlah itu menjadi cerita kita saja. Ok, bitch! Haha