Sinopsis Survival Family, Bertahan Hidup Saat Lampu Padam

Sinopsis Survival Family, Bertahan Hidup Saat Lampu Padam

FUJIHARU – Sinopsis Survival Family, Bertahan Hidup Saat Lampu Padam

Mati lampu yang sering dihadapi Indonesia beberapa waktu lalu membuatku mencari film yang situasinya hampir sama dengan situasi wilayah Jabodetabek. Warga Jabodetabek dan juga kota besar lainnya begitu luarbiasa risau terkena dampaknya.

Dalam bidang ekonomi, hal ini tentu saja berdampak buruk, meskipun untuk sementara lumpuh. Bagi si miskin, hal ini tentu saja hal yang biasa, karena disaat kemiskinan sedang dilanda, penderitaan lain ikut ditambahkan.

Bagi si kaya, tentu saja hal ini bukan suatu masalah besar. Bahkan, bisa dilihat dibeberapa berita atau infotaintmen bahwa artis atau konglomerat berbondong bondong liburan ke negara tetangga sebelah hanya karena mati lampu di Jabodetabek. Ada juga yang memilih untuk menghabiskan waktunya ke mall untuk sekedar mengademkan badan atau menghibur diri.

Dari fakta di Jabodetabek tersebut, aku jadi berandai andai, bagaimana jika listrik benar benar padam? Iya, mati untuk waktu yang belum tahu kapan akan nyala lagi.

Karena pas dengan situasi yang menimpa warga Jabodetabek dan sekitarnya, aku jadi mencari film Jepang yang berjudul Survival Family yang kurang lebih isinya sama dengan kondisi di Jabodetabek saat lampau padam.

Baca Juga: Detective Pikachu, Film Pokemon dari Ryan Reynold

Sinopsis film Survival Family

Survival Family merupakan film yang rilis pada tahun 2011 yang menceritakan satu keluarga Jepang yang mengungsi ke kampung halaman, Kagoshima, satu kota yang sangat jauh dari kediaman mereka. Jarak tersebut harus mereka tempuh dengan sepeda selama berbulan bulan dijalan karena alat transportasi yang ada telah lumpuh total.

Hanya karena mati lampu, kota, bahkan bisa jadi negara collapse. Kriminal bertumbuh subur, kekurangan gizi, keterpurukan ekonomi dan masalah masalah lain yang bermunculan.

Baca Juga: Film Interstellar II Film Pencarian Planet Pengganti Bumi

Keluarga Suzuki mereupakan ide pusat dari cerita Survival Family

Dalam keluarga Suzuki, hampir setiap anggota tidak begitu kenal satu sama lain, bahkan meskipun raga dekat, hati tidak begitu dekat dan dan cukup dingin dengan anggota keluarga lain. Mereka kurang peduli satu sama lain. Mereka lebih suka menghabiskan waktnya dengan media sosial (hape, televisi, dll) dibandingkan menghabiskan waktu dengan berbincang bincang bersama anggota keluarga lainnya.

Sang ayah cuek dengan keluarganya, hanya peduli dengan pekerjaannya dan kurang mengerti peran seorang istri, sehingga istri dirumah seperti seorang pekerja.

Sang istri mengerjakan tugas rumah tangga layaknya seorang wanita pada umumnya yang ketika telah menikah, maka 100 persen menjadi supporter suami dan anak anaknya. Hampir semua pekerjaannya cukup bagus, hanya tidak ada seorangpun yang mengapresiasi semua pekerjan rumah tangganya.

Baca Juga: Shakespeare in Love, Film Banjir Penghargaan

Anak pertama, laki laki yang lebih suka dengan gadget hape dan laptop, dia kurang begitu peduli dengan lingkungan sekitar. Di sepanjang jalan atau rumah, dia lebih suka menutup telinganya dengan earphone yang berisi musik kesukaanya. Apalagi kini, dia sedang jatuh cinta.

Sang bungsu, perempuan sangat tidak peduli dengan keluarga dan lingkungannya. Dia hanya peduli pada diri sendiri.

Pada pagi hari, sang ayah kaget karena dia bangun dan mengetahi bahwa alarm yang biasa bunyi pada pagi hari tidak berbunyi. Jam, televisi dan peralatan elektronik lainnya mati tanpa diketahui penyebabnya.

Pagi itu suasana gaduh ditambah dengan sang anak laki laki dan perempuan yang mengeluh karena handphone mereka tetap mati, padahal malam sebelumnya telah di cas.

Sang ibu apalagi. Kegiatan rutin seperti memasak, mencuci dan pekerjaan rumah lainnya terganggu karena mati lampu total tersebut. Bahkan bukan hanya mati lampu yang ada, alat komunikasi apapun mati dan tidak berfungsi.

Ternyata kegaduhan bukan hanya milik keluarga Suzuki, tapi juga keluarga lain yang ada di sekitar mereka. Demi menuju tempat kerja dan juga sekolah, mereka harus turun tangga 20 lantai karena lift yang biasa digunakan juga mati.

Hari pertama dan kedua masih bisa ditangani, sampai beberapa hari kemudian diketahui bahwa semua barang barang, air dan kebutuhan lainnya habis. Kota ambruk secara sosial dan ekonomi.

Keluarga Suzuki akhirnya memutuskan untuk menuju kediaman rumah ayahnya yang ada di Kagoshima, suatu tempat yang sangat jauh. Untuk menuju tempat tersebut, mereka harus menggunakan alat transportasi pesawat. Saat menuju bandara, justru pesawat tidak bisa terbang karena mengalami kendala yang sama.

Baca Juga: Anti Miskin dengan Surat Al Waqiah

Mati lampu total dan belum diketahui penyebabnya

Mereka akhirnya menuju Osaka, suatu tempat yang konon ada sumber makanan dan juga air yang bisa digunakan untuk hidup.

Berbekal uang yang ada dan sepeda, mereka melanjutkan perjalanan dengan bersepeda menuju Osaka. Namun naas, Osaka pun lumpuh total. Semua toko toko tutup.

Kekesalan sang anak, dan istri memuncak karena keputusan ayahnya yang dinilai ceroboh dan tidak becus, bahkan memaksakan kehendaknya.

Mereka saling menyalahkan. Sang anak menyalahkan ayahnya karena dia tidak berguna sebagai seorang ayah. Memaksakan kehendak, tapi justru tambah telantar. Mereka sakit hati, lapar, baju kotor, badan gatal, capek membuat kekesalan bertumpah tindih.

Sang ayah tentu saja tidak terima ketika anaknya menyalahkan dirinya. Cara mereka marah dan berkomuniaksi kepada ayahnya sangat tidak sopan.

Namun, hal yang membuat hati sang ayah tambah sedih adalah ketika sang istri ikut menimpali perkataan buruk anak anak terhadap dirinya.

“Kalian seharusnya sudah tahu, bahwa ayahmu dari dulu adalah orang seperti itu (tidak bisa diandalkan)”

Hati siapa yang tidak sedih ketika diucapkan kata kata seperti itu.

Namun keluarga tetaplah keluarga. Seberapa kerasnya hantaman yang datang, mereka akan berusaha untuk kembali rukun. Bahkan berusaha untuk semakin erat dengan permasalahan yang ada.

Dengan kekurangan tersebut, mereka semua harus beradaptasi dengan hal hal baru.

Makan dan tidur harus berbagi, bahkan saling melindungi karena mereka tidak tahu bisa jadi ada orang yang akan menyakiti mereka.

Tuhan maha baik, disaat mereka kelaparan diperjalanan, mereka menemukan sebuah peternakan yang pemiliknya sangat baik hati. Mereka diizinkan tinggal di peternakan tersebut sampai kondisi pulih dan juga membawa bekal untuk melanjutkan ke tempat Kagoshima.

Baca Juga: Film Jepang TO EACH HIS OWN II Hantu yang mencegah orang bunuh diri

Perjalanan yang mereka lakukan dari tempat asal sampai Kagoshima membutuhkan watu lebih dari 3 bulan dengan sepeda. Akhirnya mereka sampai di tempat tersebut dan berkumpul dengan ayah, sekaligus kakek neneknya.

Disana, mereka menetap dan menjadi seorang petani dan pelaut. Saat itu, mereka begitu bersndar pada hasil alam yang ada di laut dan darat. Sangat jauh berbeda dengan kehidupan mereka sebelumnya yang hidup dari sosial media.

Selama melihat film Survival Family, aku jadi sadar bahwa keluarga sangat penting dan kita harus menghargai apa yang ada saat ini.