Belajar Tidak Patuh Aturan di Indonesia, Lampu Merah diterobos!

Belajar Tidak Patuh Aturan di Indonesia, Lampu Merah diterobos!

FUJIHARU – Pas menulis ini, sedih nurani. Bagaimana tidak, aku yang biasanya selalu patuh, harus mulai belajar menjadi “tidak patuh” aturan. Kenapa? Sok sensitif kali. Memang aku bukan orang yang sempurna, tapi aku selalu berusaha agar menjadi seseorang yang lebih baik dari sebelumnya. Salah satu contoh yang sering dan akhir akhir ini aku lakukan adalah menerobos lampu merah! Apa! Lampu merah kamu terobos? Bahaya! Nyawa taruhannya! Iya memang benar, tapi tidak sebesar nyawa taruhan juga. Kok? Aku ceritakan ya.

BELAJAR MENJADI TIDAK PATUH ATURAN: INDONESIA
Suasana lalu lintas di Maebashi

Selama di Jepang, aku cukup patuh aturan lalu lintas. Satu contoh adalah aku nggak akan menyebrang lampu merah, bahkan lampu kuningpun aku akan berhenti sampai merah dan kembali hijau. Yang salah apa? Nggak salah, itu adalah rutinitas dan hal yang wajar terjadi di Jepang. Aku punya mindset  bahwa aku harus patuh lalu lintas agar semua berjalan baik. Dengan begitu, jarang sekali aku melihat atau mendengar kecelakaan lalu lintas, kecuali saat salju turun, itupun karena licin, bukan karena terkait masalah lampu lalu lintas.

Baca Juga:

Bagi siapapun yang melanggar aturan dengan menyebrang saat warna kuning atau merah, jelas tatapan mata aneh dan kaget dari orang Jepang akan kita dapat. Itu baru mending ya, kalo polisi yang menangkap gimana? Bahaya kan! Makanya aku selalu patuh lalu lintas. Bahkan, saat lampu merah dan nggak ada seorangpun yang lewat, aku akan tetap menunggu sampai warna hijau menyala. Segitunya? Iya. Bukan sok atau gimana, tapi emang udah terbiasa. Terkadang aku juga menabrak sih, cuma jika bener bener jalan sepi dan biasanya di jalan yang kecil sekitar 2 atau 3 meter lebar jalan. Dilakukan pada malam atau pagi buta ketika pulang baito. Sisanya insya allah patuh ya. Hehe.

Di Indonesia beda banget. pas aku baru pulang dari Jepang, aku disuruh kakak bawa motor, biasa jadi tukang ojek pribadi. Tanganku gemetaran ketika ada mobil atau motor yang lewat disampingku. Dekat sekali! kalo di jepang, jaraknya cukup jauh. Satu kendaraan dengan kendaraan minimal ada jarak sekitar 1 sampai 2 meter. Lebay ah.

Bener! Deg degan juga terasa banget! Cuma ya sekitar semingguan, setelahnya aku terbiasa. Suara klakson yang terdengar saling bersahutan juga terasa berisiknya di Indonesia. Jika di Jepang, suara klakson itu berarti kayaknya si pengendara lagi badmood atau emang baddass. Intinya tuh orang sampah banget. Soalnya selama 2 tahun di Jepang, kayaknya aku baru dengar klakson kurang dari 30 kali. kebayang dong! Di indonesia, sehari bisa dengar puluhan kali. Makanya lebih sering dengerin lagu dengan earphone daripada saling klaskson.

Balik lagi ke belajar menjadi tidak patuh aturan, aku menjadi terbiasa nggak patuh ketika harus bolak balik Karawang-Bekasi-Jakarta-Tanggerang. Kenapa? Contohnya, aku mau ke Jakarta dan mengendarai dengan pelan disamping kiri jalan agar berhati hati. Pasti diklakson oleh kendaraan dibelakang, entah mobil atau motor karena mengganggu kendaraan lain.

See! Ketika lampu kuning menyala, aku berhenti di lampu merah, lalu orang belakang saling klakson dan mengumpat karena aku nggak jalan padahal masih kuning. Aku kesel dan bingung. Aku mau patuh lalu lintas, tapi kok justru jadi pihak yang disalahkan. Seringnya aku langsung mepet jalan agar aman ketika warna kuning atau merah. Tapi, jangan salah, kalo kamu berada di wilayah Jakarta dan juga daerah sekitar pabrik yang padat orang, kalian akan terpaksa belajar tidak patuh lalu lintas.

Apa lagi contohnya? Saat lampu merahpun, kita langsung menyebrang jalan, yang penting kita sampai duluan, tanpa memikirkan bagaimana orang lainpun ingin mencapai tujuannya dengan selamat dan tepat waktu. Hal terakhir ini aku ikut terbawa. Lampu merah berarti berhenti, siap aku berhenti, tapi yang dibelakang akan klakson keras bahwa “Kalo kamu sok patuh, minggir! Jangan berhenti disitu! Kasih jalan aku! Aku akan lewat pas lampu merah, yang penting aku mau pulang tepat waktu.” Mungkin itulah yang aku tangkap dari hati mereka.

BELAJAR MENJADI TIDAK PATUH ATURAN: INDONESIA
Source The Jakarta Post

Cuma pernahkah kalian berfikir, bahwa jika kita berfikiran seperti itu semua, nanti lalu lintas akan semrawut? Karena, kesemrawutan Jakarta dan kota sekitarnya benar benar sudah parah. Aku ingin sekali suasananya seperti di Jepang, kita semua patuh dan angka kecelakaan juga minim. Tapi, jika hanya aku saja yang bener, jutru akulah yang akan dilindas mereka. Bahkan, aku harus berhadapan dengan mobil besar yang sekali klakson, bikin hatimu langsung ketar ketir takut. Kuenceng banget.

Semoga pihak terkait bisa lebih menjaga diri dan saling bantu dalam mematuhi segala peraturan lalulintas. Bukankah jika aman dan lancar buat kita juga? Tolong keegoisan kita dikurangi lagi agar aku dan orang lain tidak perlu lagi belajar menjadi tidak patuh lalu lintas.