FUJIHARU – Kemarin aku mendapatkan pesan dari Messenger Facebook dari murid SMP ku dulu. Awalnya aku ragu mendapatkan pesan dari mereka karena pasti pesan yang masuk biasanya minta sesuatu untuk diterjemahkan. Ternyata aku salah, kali ini kabar gembira bagi seorang guru bahasa Jepang. Kalo kabar gembira untuk guru honorer yang diangkat atau diberi gaji besar, beruntung kali ya.
Me and my student |
Ketika aku ditanya kabar seperti “Halo”, “Sensei, Ogenki desuka”, “Sensei, Ohisashiburi”, “Sensei, bagaimana kabarnya?”, aku sangat tersanjung dan bergumam alhamdulillah lebih banyak. Nggak tahu kenapa, aku merasa bahwa itulah yang seharusnya murid lakukan untuk orang yang lebih tua, apalagi untuk seorang gurunya. Bukan untuk pamrih atau dihormati, tapi adab.
Untuk mencapai level aku bilang, “Alhamdulillah”, perlu banyak pengalaman pahit, keras, dan pastinya ada hal menyenangkan juga. Nano nano, ramai rasanya: Asam manis.
Baca Juga: Kesan Pesan Murid di SMA Islam Dian Didaktika
Menjadi pengajar apa pendidik?
Dulu, ketika aku ingin menjadi guru salah satunya adalah aku ingin menjadi guru yang memberikan pelajaran yang fun bagi mereka, bukan hanya seorang guru yang absen kehadiran, duduk manis menyerahkan tugas, lalu pulang ke rumah. Bukan.
Murid SMP |
Kamu pernah mengalami mendapatkan guru yang datang hanya absensi, memberikan tugas, lalu menghilang sampai jam usai? Pernah? Satu orang guru saja kan? Beberapa. Bahkan aku mendapatkan guru guru tersebut mulai dari level SD, SMP sampai SMP. Ya, kurang lebih sama. Menyerahkan tugas, dia duduk dan kita menyalin tulisan di papan tulis.
Baca Juga: Sekolah Dian Didaktika SMA Islam Terbaik Depok
Pelajaran hidup saat belajar di SD, SMP, SMA dan Kuliah
Marah? Kesel? Boro boro kesel, malah kita senang mendapatkan guru tersebut. kita serasa mendapatkan hak bahagia jika mereka nggak hadir. Tapi, setelah aku mengetahui pentingnya ilmu, aku merasa kesal, marah, jijik, kenapa mereka seperti itu? Aku rugi selama ini. Tugas mereka bukanlah seorang guru.
Tapi balik lagi, semua adalah misteri ilahi. Bisa jadi karena aku mendapatkan guru seperti itu, rasa ingin tahuku terpupuk yang akhirnya aku banyak mencari referensi lain untuk menambah rasa ingin tahu dengan membaca koran atau majalah yang aku beli. Ya, aku menjadi kutu buku. Suka baca dari kecil.
Rasa menyesal itu aku rasa ketika aku mulai mengalami ketidakpuasan di sekolah. Kenapa guru kok hanya ngajar dengan membosankan, terus pulang? Kenapa beda dengan guru lain yang begitu mengayomi muridnya? Apakah hanya karena berbeda pengetahuan atau bagaimana?
Ketidakpuasan itu aku rasakan ketika aku mulai menginjak SMA. Saat di SMA, aku begitu banyak mendapatkan opsi guru yang bagus. Aku mulai memilih mana guru yang bagus dalam memberikan ilmu, bagus dalam mengajarkan sesuatu di kelas, guru yang harus dihindari karena sikapnya yang pilih kasih, dll.
Dengan pengalaman tersebut, aku semakin kuat bertekad untuk menjadi seorang guru yang dicintai muridnya. Bukan hanya karena memberikan pelajaran yang penting tentang pelajaran, tapi juga bagaimana berkomunikasi yang baik antara guru dan murid, memberikan ilmu “sopan” yang tetap aku lakukan dan selalu diingat oleh siswa bahkan ketika dia telah keluar sekolah sekalipun.
Baca Juga: Liburan ke Tokyo bareng murid SMA Dian Didaktika (1)
Murid SMA |
Jujur, aku bukanlah siswa yang pemberontak, tapi aku mempunyai pikiran yang liar. Aku kadang bermain pikiran jika ada guru yang baik atau jahat. Aku membayangkan jika ada guru yang jahat dan nggak bener, maka dipikiran aku, aku membayangkan dia dipecat dari pemerintah. Lalu bagi yang baik, maka murid murid akan menyapanya dengan senyum lebar ketika dia pulang. Bahkan ketika pelajaran usai, dia sampai ditangisi siswanya.
Kejadian jahat yang pernah aku lakukan mungkin ketika aku memanggil seorang guru dengan namanya tanpa embel embel bu atau pak. Sangat tidak sopan. Dan aku menyesal akan hal itu. Aku juga pernah mengompori beberapa orang atau satu kelas ketika ada guru yang kurang bagus cara mengajar dan juga attitudenya ; guru tersebut condong kepada hal yang merendahkan siswa perempuan. Dari obrolan liar tersebut ternyata membuat guru tersebut dipindahkan dari sekolah. Entah karena memang obrolan itu atau hal lain. Yang pasti, saat itu satu sekolah cukup heboh dengan kelakukan tidak terpuji guru tersebut.
Baca Juga: SMA Islam Dian Didaktika Sekolah Bagus di Cinere
Meskipun jahat atau baik, seorang guru harus selalu dihormati. Jika dia berbuat salah, maka kita juga berhak menegurnya, meskipun harus dengan cara cantik. Bisa bisa kita yang akan disalahkan jika kita menegurnya dengan serampangan. Atau, ketika salah, kita bisa mengigatkan.
Ingat, harus dengan cara cantik. Kenapa? Aku pernah punya guru (dosen) yang sangat galak sekali. Semua orang nggak berani terhadapnya. Dia merupakan guru senior yang sangat ahli dibidangnya. Cuma aku kurang suka karena dia pilih kasih pada orang yang cantik. Meskipun si cantik salah, dia nggak akan memarahi atau menegurnya. Tapi aku, hanya karena aku menuliskan sebuah karangan tentang dia yang tegas di kelas, dia anggap aku sebagai ancaman. Akibatnya, setiap kali ada yang salah dengan kelas (kebetulan aku ketua kelas), dia pasti menyalahkan aku. Ada siswa yang telat, aku yang dimarahi karena nggak becus sebagai ketua kelas. Padahal siapa yang telat? Apa ketua kelas sampai mengurusi tepat waktunya teman masuk kuliah? Oh My God.
Di pelajaran dia, aku merasa di bully, aku yakin sekali dan teman teman juga mengetahuinya. Cuma kita memang nggak berani terhadap guru (dosen) tersebut. Bully an yang aku terima, membuat teman teman tertawa dan senang, tapi dalam hati aku yang terdalam, aku malu dan sakit hati, lho.
“Oh my God. Malu banget. Kok tega banget sih dia seperti itu.”
Tapi, aku hanya bisa diam karena aku pikir dia punya power untuk membuatku hancur sehancur hancurnya. Dan tahu hasilnya? Kalo nggak salah, selama pelajaran dia, aku selalu dapat C. Padahal aku merasa nggak bodoh bodoh amat (Ini bener nggak ya?)
Baca Juga: Review buku Rezeki Level 9 (1)
Murid Kursus |
Tapi ya sudahlah, karena aku tahu bahwa dia adalah guru, dosenku, orang yang harus aku berikan rasa hormat karena memberikan ilmunya untukku. Jika dibilang masih sakit, jujur masih sakit hatiku ini. Tapi ketika aku melihat atau mendengar kabar dia sakit, aku juga merasa kasihan. Semoga sehat selalu, pak!
Pelajaran saat menjadi guru
Ketika aku menjadi guru, aku justru bertemu dengan guru guru yang tidak sepantasnya menjadi guru.
Saat menjadi newbie dalam dunia keguruan, aku mendapatkan ilmu dan pengalaman yang sangat banyak. Aku harus mulai belajar bagaimana menahan emosi pada rekan sejawat atau murid. Pikiran yang biasanya bebas dan liar juga harus dijaga. Bukan karena terpenjara, tapi karena aku harus berfikir waras untuk badan dan pikiran kedepannya.
Aku menemukan berbagai karakter siswa yang membuatku melebarkan kesabaran dan juga terjun ke dunia mereka. Aku harus mempelajari apa yang mereka sukai dan mengobservasinya. Aku juga terkadang harus bersikap bodoh karena ada siswa yang suka cari perhatian. Atau justru karena harus berkompromi banyak ketika ditantang berkelahi seorang siswa. Kesel sedih, dll menyatu. Tapi, aku harus positif.
Baca Juga: Cara Gila Belajar Bahasa Jepang
Ada guru bagus yang menurutku selalu siap dengan siswanya, tapi justru anak anak menertawakan dia karena dianggap aneh. Guru yang bertingkah tidak terpuji justru disukai mereka. Aku membayangkan aku yang dulu. Guru yang sering tidak masuk kelas adalah guru favorit. Ketika ujian kita nggak mengerti, nilai ujian tiba tiba bagus. Hanya Allah dan guru tersebut yang tahu asal usul nilai bagus.
Aku ingin menjadi guru yang disukai murid bukan karena ketidak terpujianku. Aku ingin menjadi guru idaman saat aku menjadi siswa dulu. Seorang guru yang cerdik. Bisa mengajarkan ilmu dengan baik, kelas selalu penuh tawa dan aku selalu ditangisi setiap mengakhiri pembelajaran.
Mungkin aku masih belum bisa menjadi guru ideal yang aku bayangkan, tapi aku selalu berusaha menjadi guru idaman yang aku impikan.
Balik lagi ke awal tulisan. Murid tersebut menanyakan kabar, dll. Dia juga menanyakan kursus atau LPK bahasa Jepang. Dia sedikit bercerita bahwa semenjak aku nggak mengajar mereka, bahasa Jepang menjadi pelajaran yang membosankan karena tidak se fun ketika bersama Fuji sensei. Aku hanya bilang bahwa mungkin karena mereka nggak butuh, jadi nggak menarik saat itu.
“Sensei, sampai sekarang aku masih ingat pelajaran yang sensei berikan saat di kelas. Tatte suwatte hon o akete..”
Dia memberikan beberapa contoh. Melihat muridku seperti itu, aku jadi terharu. Ketika mereka ingat dengan pelajaran bahasa Jepang yang aku berikan, aku cukup tersanjung. Tapi dengarkan wahai muridku. Aku memang mengiginkan kamu untuk pandai dalam pelajaran bahasa Jepang yang aku ajarkan, tapi jujur, aku lebih menginginkan kamu sopan. Dengan caramu yang sopan memanggilku, aku pikir, aku telah menanamkan sedikit benih adab kepada orang tua dan gurumu. Semoga kebaikan ini terus mengalir.
Cerita sopan tersebut merupakan satu cerita dari muridku. Ada beberapa cerita sopan murid aku lainnya saat bertemu di jalan. Jika malu, mungkin nggak masalah, tapi jika nggak menganggap orang tersebut adalah gurumu, sungguh hal yang sangat menyakitkan.
Teman Kuliah |
Aku praktekkan adab yang baik itu. Kepada siapapun yang aku anggap sebagai seorang guru, aku akan rela sekali mencium tangannya karena dari beliaulah aku bisa sampai sekarang. Entah ilmu yang dia bagikan saat itu terpuji atau tidak terpuji. Karena dari hal tidak terpuji juga kita belajar mana yang baik dan buruk.
Baca Juga: Berapa Gaji Interpreter Bahasa Jepang?
Malah, aku justru malu yang bertemu dengan muridku. Mereka begitu sukses, sedangkan aku sepertinya masih struggle. Mereka ada yang meniti karir sebagai seorang dokter, mahasiswa yang berprestasi, seorang yang disebut ustadz, sukses duniawi, dll.
Jujur, aku sangat bangga ketika kalian melebihi aku. Aku yang kini malu. Kalian begitu maju bergerak cepat kedepan, sedangkan aku berjalan pelan. Atau aku berbalik ke belakang? Muridku, aku senang akan kesopananmu.