Diary Nikah (Cerpen)

Fujiharu.com – Cerpen ini terinspirasi ketika melihat berita ada yang menikah dalam sekejap tanpa pengenalan lebih jauh dari keduabelah pihak.

Diary Nikah (Cerpen)

Fujiharu

10 April 05

Dy, tadi siang aku lihat Mama dan Papa mengobrol dengan seorang pemuda yang tidak aku kenal. Dare desuka? Kalau menurut dugaanku sih, temannya Papa, tapi…masa iya sih pemuda seperti itu berteman dengan Papa yang sudah berumur? (maaf Pa, bukan mengejek, tapi ini beneran. He…he…)

Sebenarnya aku mau tanya sama Mama, tapi hazukashiito omou. . Ya…Entar dikira naksir lagi. Demo, sono wakamono wa hansamu desho.

13 April 05

Eh, Dy tahu nggak kalau pemuda yang waktu itu ngobrol sama Papa dan Mama datang lagi. Kali ini membawa Tante dan Om nya (kayaknya ortu si pemuda deh). Ada apa ya? Yang bikin aku bertanya-tanya adalah Nenek yang dari Jawa sampai datang mengunjungi aku gara-gara ada pemuda itu. Penasaran.

14 April 05

Oh My God. Tahu nggak kalau temanku baru saja memutuskan untuk menikah dengan Arman, aktivis dakwah kampus yang alim itu. Aku masih geram pada keputusan Alin untuk menikahinya. Tahu sendiri kalau Alin nggak pernah ngobrol ataupun say halo sama dia, tapi Arman berani melamar Alin! Dan yang bikin kaget 100% adalah Alin bersedia menikah. ”Aku menikah karena ibadah”, ucapnya seraya tak ada ragu. Oh my god.

Alin, anatano nenrei wa mada hatachi. Masih panjang jalan yang akan kau tempuh. Sadarlah wahai saudaraku.

15 April 05

Hiks! Dy aku akan kehilangan teman terbaikku. Raishuu, kanojo wa Arman san to kekkon suru. Kayaknya aku akan jarang ketemu dengannya, soalnya dengar-dengar sih Alin akan dibawa Arman ke rumahnya. Kan, rumah Arman jauh.

Tapi, jika melihat raut wajah Alin yang bahagia itu rasanya tidak tega kalau hanya memikirkan kebahagiaanku sendiri. Aku memang sedih karena kehilangan teman, tapi kesedihanku terbayar jika Alin senang.

22 April 05

Hari ini kulihat wajah Alin begitu bersinar. Matanya berkali-kali menatapku dengan tatapan yang belum pernah kulihat, tentram dan bahagia. Disampingnya berdiri seorang pemuda yang akhir-akhir ini sering diceritakan Alin: Arman, suaminya

Dy, sejak acara pernikahan itu, aku merasakan kesepian. Seolah aku kehilangan sayap. Alin yang selalu ada jika diperlukan, kini seolah direnggut oleh Arman. Jahat juga ya, jika aku berpikiran seperti itu. Ya Allah….Buatlah hatiku bahagia.

25 April 05

Sono wakamono wa mou kitano. Kali ini dia menyerahkan sebuah buku tentang pernikahan dan keutamaannya. Maksudnya apa? Bukunya sih lumayan bagus, tentang keutamaan menikah. Salah satunya untuk menghindari maksiat, memperoleh keturunan, dan juga sebagai penyalur kebutuhan biologis. Yah…Intinya sih sama seperti ucapan Alin ketika akan menikah dulu, yaitu Ibadah! He…he….Sok banget ya,

Dy, kayaknya aku harus bertanya sama Mama deh, tentang pemuda itu. Ada keperluan apa sih? Soalnya Nenek sering wanti-wanti kalau jadi isteri itu harus seperti inilah, itulah, ya…Seolah aku akan segera menjadi isteri. Padahal, aku masih belum mau menikah. Aku masih muda, Umurku 20 tahun. Aku berniat menikah disaat umurku menginjak umur 25-an. Nanti, setelah selesai kuliah. Jadi, nggak perlu mikirin kuliah dan keluarga. Kan bikin repot. Kayaknya aku dijodohin ya? Tidak! semoga saja tidak!

Dy, chotto ne mamani kikitai. …Aku mau tanya sama Mama. Hatiku jadi dag dig dug!

Oh My God !!!!!!! Shinjirarenai !!!!! Gila!!!

Kok mereka tidak bicara dulu sama aku!!!!!

Aku harus berfikir positif. Mama dan papa pasti keliru . Pasti!

Dy, ternyata pemuda itu mau melamarku! Kamu juga nggak percaya kan? Mama bilang sendiri kalau pemuda yang sering datang kerumah itu mau melamarku. Siapa dia (siapa elu), orang mana saja aku nggak tahu, tapi kok, berani sekali melamarku. Aku bahkan nggak tahu detail orangnya. Bete……..

30 April 05

Dy, nanti malam aku akan bertemu dengan orang tua Drajat. Aduh….aku bingung harus gimana. Ditolak aja kali ya. Habis….Aku nggak kenal dia sih. Dy, gimana kalau aku menolaknya dengan ngomong begini: ”Maaf Tante, aku masih kuliah, kayaknya ntar aja deh, kalau udah lulus, ya…Biar lebih siap gitu.” Atau…,”Maaf, aku nggak kenal Drajat, jadi aku nggak mau.” Wah…Kayaknya kalau aku ngomong dengan pilihan yang kedua itu akan bikin Mama Papa malu, trus juga kayaknya kurang sreg.

Bismillah, Ya Allah…Jika ini jalan terbaik yang engkau berikan dan mudahkanlah.

Dy, sorry, aku dipanggil Mama. Kayaknya disuruh bikin kue deh, buat ntar malam. Tapi, aku janji akan cerita pada kamu nanti malam.

# # #

“Mama, doushita no watashito soudanshinaino? Kalau aku mau dijodohkan dengan siapa itu namanya, Drajat, ya? Iya, Mas Drajat. Aku juga kan berhak mengeluarkan pendapat. Ini bukan zaman Siti Nurbaya lagi, tapi ini zaman Siti Nurhaliza dan Sitieylor Swift.” Ucapku kesel, tapi diiringi becanda.

Mama hanya tersenyum sambil membelai rambutku.

“Justru, Mama ingin kamu mengenal keluarga mereka dulu sebelum memutuskan. Jangan sampai kamu bilang nggak mau, padahal belum tahu siapa dia. Kata orang-orang sih, jangan langsung membeli barang sebelum diperiksa, nanti membeli kucing dalam karung. Benar nggak perkataan itu?”

Aku hanya cemberut bin jeruk purut.

“Jadi, nanti malam aku akan dikenalkan pada keluarga Mas Drajat, begitu? Sama Mas Drajat juga?” Aku diam sejenak. “Ma, bagaimana kalau aku menolaknya saja?”

“Kalau menurut Mama sih kenalan dulu. Jika tidak mau, ya…Mau bagaimana lagi. Keputusan sepenuhnya ada ditangan kamu, sayang. Jika kamu menolak juga tidak apa-apa.”

# # #

01 Mei 05

Dy, gomen watashi wa anatani hanasu kotoga wasureteshimatta. Tahu sendiri kalau tadi siang buat kue dan belum beristirahat. Jadi…Capek.

Kemarin memang aku belum memberi jawaban mau atau tidak. Kata Mama sih, lebih baik kenalan dulu. Memang benar apa yang dikatakan Alin. “Tak kenal maka taaruf,” Ya…Kenalan.

Pemuda yang bernama Drajat itu sopan sekali. Belum pernah aku ketemu orang yang sesopan itu. Hatiku mau nggak mau deg-degan juga. Ehm…Apakah virus cinta datang padaku, ya? Shiranai. Tapi, kalau aku nikah sama dia, nggak ada salahnya kalau dicoba, siapa tahu nggak seburuk yang dibayangkan.

Hi…Hi….genit nggak sih kalau aku berfikiran seperti itu?

Karya Fujiharu

5 Mei 05

Besok adalah malam penentuan. Duh…makin bingung nih. Dicoba atau nggak ya? Kalau aku nikah keuntungannya:

1. Asyik, ada yang ngejagain

2. Dapat uang dari suami kali, ya

Trus, kalau kerugiannya:

1. Akan dikekang suami

2. Nggak bisa manja lagi sama Mama

3. Beres-beres rumah kayak pembokat (Ogah)

4. Pasti kacau, soalnya nggak kenal pribadi masing-masing

5. Nggak nyambung (siapa elu! gw nggak kenal)

6. Dia pasti otoriter, sok ngatur gitu (awas, aku nggak suka diatur)

Duh..kalau memikirkan semua itu jadi bingung bin sedih. Eh, kayaknya aku harus nyari Alin deh. Aku ingin tanya, bagaimana komunikasi antara Alin dan Arman yang sebelumnya nggak kenal. Ya…belajar dari pengalaman gitu.

8 Mei 05

Allahu Akbar. Entah kenapa aku langsung bicara ,“Ya” ketika Mama dan Papa mengatakan, ”Apakah kamu mau menerima lamaran Drajat?”. Duh….Kok berani sekali aku bilang “Ya,” padahal aku juga masih mempunyai sedikit perasaan ragu. Tiap malam aku sholat istikhoroh tentang masalah yang aku bingungkan.

Ya Allah…tanda tanda yang Engkau berikan apakah seperti ini? Pengen tahu contohnya, Dy?

Ketika lagi masak, entah dari mana datangnya, bayangan Mas Drajat yang tersenyum nempel di jidat! Oh, My God, aku langsung istighfar. Ada apa gerangan? Kejadian selanjutnya adalah ketika aku mengambilkan nasi buat Papa dan mama. Dia muncul tanpa diundang! Mama langsung bertanya ketika melihat gerak-gerikku itu. “Piring yang satunya buat siapa? Kan nggak ada tamu.” Reflek kujawab, ”Mas Drajat.” Oh…aku keceplosan. Aku sampai bingung. Kok bisa-bisanya aku ngomong “Mas Drajat”. Aku malu Dy, malu, malu. Tapi, dengan semua kejadian yang selalu merujuk pada Mas Drajat, berarti Engkau memberi jalan terbaik untukku dengan menikah dengannya, bukan?

Papa juga bilang, ”Kalau menunggu kamu sampai berumur 25 kayaknya terlalu lama. Inikan ibadah, kenapa tidak segera dilakukan saja? Dan juga…Kamu kelihatannnya sudah siap lahir batin. Ingat, orang yang memperoleh kesiapan saat menikah itu sangat beruntung lho. Ada orang yang ingin menikah, tapi belum siap dari segi lahir batin. Nah lho. Sudah…Jangan ditunda.”

Seperti biasa Mama lebih mengerti keadaanku. ”Sudahlah, Pa. Biarkan dia memutuskan sendiri. Mama yakin, keputusan yang dia ambil adalah yang terbaik. Bukankah begitu?”

Ya Allah…Tolong permudahkanlah.

9 Mei 05

Tadi siang, Mama dan Papa bicara dengan keluarganya Mas Drajat. Kata Mama sih, menentukan tentang kapan acara pernikahan dilakukan. Makin deg-degan. Dy, makin hari hatiku makin dag dig dug.

11 Mei 06

Setelah kuliah selesai aku bertanya pada Alin tentang kondisi rumah tangganya. Kata Alin setelah menikah makin tentram. Syukurlah, temanku memperoleh suami yang baik.

“Alin, aku telah memutuskan untuk menikah dengan Mas Drajat.”

“Alhamdulillah. Tapi, kamu sudah berdoa minta pada Allah kan agar dia menjadi suami terbaik sepanjang hayat?”

“Tentu. Aku pikir, nggak ada salahnya dicoba.”

“Salah. Niatnya kok coba-coba. Pernikahan itu kalau bisa sekali dalam seumur hidup. Ingatkan pada dirimu kalau menikah itu untuk ibadah. Insya Allah segala urusan bakalan dipermudah oleh Allah. Amin.”

Aku hanya tersenyum malu. Benar juga. Jika aku hanya coba-coba, buat apa menikah. Ibadah. Ingatkan kata itu ya, Dy.

Alin bercerita bahwa jika kita melakukan segala hal dengan ibadah, maka apapun akan mudah. Dia memberi contoh tentang menikah karena harta dan cinta. Setelah harta dan cinta habis, maka hambar terasa dalam rumah tangga. Cerai juntrungnya. Padahal, cerai itukan perbuatan halal yang dibenci Allah. Jika niatnya ibadah, kita akan siap dalam menghadapi berbagai cobaan. Wah…Temanku yang satu ini memang jago menasihati, ya. Makanya aku begitu kehilangan ketika dia akan menikah.

5 Juni 05

Dy, seminggu menjadi seorang isteri begitu indah. Entahlah, perasaan ini nggak bisa dibayangkan. Terlalu indah untuk dilukiskan dalam kata-kata. Maaf, ya.

Eh, gimana kalau aku cerita tentang Mas Drajat saja? Mas Drajat itu….Baik, sopan, pengertian dan murah senyum. Aku suka sekali senyumnya yang menawan itu. Awalnya memang kikuk, tapi dia bisa menghidupkan suasana sehingga menjadi hangat dan akrab. Ya Allah, terimakasih telah memberikan seorang suami terbaik padaku.

Malam ini dia belum pulang. Ya, dia kuliah sekaligus kerja. Malam ini dia keluar kota bersama teman-temannya. Mas, Kyoutsukete ne.

Zzzzz……zzz…zzzzz

Dy, rupanya aku tertidur saat cerita sama kamu. Eh, aku mengalami mimpi buruk. Aku takut. Dalam mimpi itu, aku berpakaian putih dan menangis. Kira kira artinya apa ya? Dy, aku mau menelepon suamiku dulu.

# # #

Tut….Tut……

Aku gelisah karena tidak ada jawaban yang diterima. Kemana Suamiku pergi? Mas, jawablah! Biarkan isterimu ini tenang.

“Mas Drajat!” Ucapku tanpa salam karena khawatir.

“Halo. Siapa ini?”

“Mas, ini aku, isterimu. Mas, lagi dimana?”

“Oh, syukurlah. Anda kenal saudara Drajat Suherman?”

“Ya. ini siapa? Saya istrinya Drajat.”

“Maaf, suami anda telah…”

Hening. suara yang ada ditelepon samar samar terdengar.

Tut…Tut……………

Sejurus kemudian, Aku tergolek pingsan di lantai ruang tamu yang sepi. Saat itu gelap menggerayangi hari yang dingin.

Diujung telepon sana, seseorang berteriak histeris, minta tolong pada penduduk sekitar karena telah terjadi tabrakan beruntun yang menewaskan sembilan orang, termasuk Mas Drajat……

Glossaries :

Dare desuka ? : Siapa?

Hazukashiito omou : Merasa malu.

Demo, sono wakamono w a hansamu desho. : Tapi, pemuda tersebut cakep lho.

Ali n,anatano nenrei wa mada hatachi : Alin, umur kamu masih 20 tahun.

Raishuu, karewa Arman san to kekkon suru : Minggu depan dia dan arman akan menikah.

Sono wakamonowa mou kitano : Pemuda itu datang lagi.

Dy, chotto ne mamani kikitai : dy, tunggu ya, mau nanya ke Mama.

Shinjirarenai : Nggak percaya!

Mama,doushitano watashito soudanshinaino? : Ma, kenapa sih nggak ngobrol dulu sama aku?

Dy, gomen watashi wa anatani hanasu kotoga wasureteshimatta : Dy, maaf ya lupa ngobrol sama kamu.

Shiranai : Nggak tahu.

Mas, Kyoutsukete ne : Mas, hati hati.
Baca Juga: